Selasa, 15 Juli 2014

Merantaulah Anak Muda
#-Merantaulah…-
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing  (di negeri orang).#
#Merantaulah…
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.#
#Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.#
#Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa..
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akam kena sasaran.#
#Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam..
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.#
#Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum ditambang).
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.#
#Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.
Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.#
———————————————————————————————-
Merantaulah…
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing  (di negeri orang)
———————————————————————————————-
Sumber: Diwan al-Imam asy-Syafi’i. Cet. Syirkah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Beirut. Hal. 39

Jumat, 04 Juli 2014

Every Trail Start Here_Jelajah Cincin Api Pulau Jawa

“It’s not only journey, it's extreme journey”. Motto yang sangat mewakili jiwa saya, terimakasih untuk tim The Extreme Journey Caldera Indonesia yang mencetuskan motto ini...hehe.

Petualangan itu dimulai pada titik 0 meter di atas permukaan laut pulau Jawa, karena preferensi petualangan saya adalah jelajah pegunungan. Cukup beralasan mengapa memilih pegunungan, karena salah satu ciri khas negeri ini adalah dikitari oleh pasak pegunungan ber-api baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif yang diselimuti oleh hutan-hutan tropis yang kaya biodiversitas. Tak kenal maka tak sayang, saya ingin mengenal Indonesia lebih dalam dari pegununganya, keragaman hayati di dalam nya, masyarakat dan tradisi di sekitarnya yang sebagianya bisa memperkaya literasi ilmu biologi yang saya pelajari dan menambah wawasan ke nusantaraan.

  Bagi saya petualangan tidak sebatas pada pencapaian kepuasan dan kesenangan maupun penaklukan suatu destinasi, tetapi petualangan sesungguhnya bagi saya adalah suatu langkah untuk melatih mental, menguasai resiko dan menambah khazanah pengetahuan, sehingga sebuah perjalanan petualangan akan membawa saya menjadi manusia yang mampu ber-empati, mandiri, berwawasan dan menghargai alam semsesta serta mampu menginspirasi sekitar.

  Dari 18 gunung yang pernah saya jelajahi dari barat ke timur pulau Jawa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir hampir setengahnya dijelajahi dengan personel yang minim bahkan karena suatu kondisi yang tak terprediksi saya harus melakukanya seorang diri, beberapa pendakian dilakukan secara marathon dengan estimasi 1 minggu 4 gunung. Jalur yang ekstrim menjadi pilihan saya, karena pada jalur yang jarang dijamah manusia lebih berpotensi ditemukan spesies-spesies baru dari flora dan fauna, tempat tempat tersembunyi yang menyimpan sejarah serta penduduk-penduduk yang unik yang mengajarkan ke-arifan.

Saya mengambil 3 gunung yang menurut saya cukup extrem dalam perjalanannya, yaitu gunung Ciremai sebagai gunung tertinggi di Jawa barat, gunung Merapi gunung api teraktif di jawa dan Pegunungan Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah.

Gunung Merapi 2968 mdpl, 1 minggu pasca erupsi 2013

Ini lah pertama kali nya saya mencoba sebagai nekat traveller, menjelajah gunung Merapi 1 minggu pasca erupsi 2013 bersama 2 orang rekan sebuah destinasi yang karenanya kami di anggap kawan-kawan dan orang tua mencari mati. Berangkat seorang diri dari Jakarta menuju Solo dan kami bersepakat untuk bertemu di Solo, karena masing-masing dari kami memiliki agenda yang berbeda. Kala itu sore hari kami kurang beruntung tidak mendapatkan angkutan yang akan membawa kami menuju basecamp Merapi di Selo boyolali, sementara jarak yang harus kami tempuh lebih kurang 20 km hingga menuju basecamp Merapi di New Selo. Kondisi makin tidak kondusif karena malam pun tiba jalanan menuju Selo makin minim kendaraan. Akhirnya saya memutuskan mengajak 2 rekan untuk menempuhnya dengan berjalan kaki, kami terus berjalan kaki sambil berharap masih ada truk truk atau mobil pick up petani yang bersedia ditumpangi.

Berjalan sambil menyetop nyetop kendaraan yang mungkin lewat, Alhamdulillah setelah beberapa kali gagal mendapat tumpangan akhirnya sebuah mobil pribadi berhenti dan bersedia menampung kami walau masih jauh dari tujuan. Diturunkan di tepian jalan, kami melangkah terus sambil sambung menyambung menyetop truk truk sayur. Karena belum begitu paham wilayah Selo akhirnya truk membawa menuju perbatasan Magelang semakin menjauhi wilayah Selo. Sekitar pukul 11 malam, kami diturunkan ditepi jalan dimana kanan kiri hanya hutan dan sangat gelap. Kembali kami berjalan balik menuju arah Selo dan alhamdulillah ada pick up petani sayur yang kebetulan lewat dan bersedia ditumpangi, dan benar menurunkan kami di pasar Selo. perjalanan selanjutnya sekitar 30 menit menanjak dari Pasar Selo menuju basecamp Merapi, melakukan registrasi dan beristirahat sekitar 1 jam untuk sedikit memulihkan tenaga, sekitar pukul 1 dini hari kami memutuskan untuk summit attack karena perjalanan kami diburu oleh waktu karena masing-masing dari punya deadline pekerjaan. Kala itu, kami nyaris menjadi tim tunggal yang mendaki Gunung Merapi, karena kondisi gunung 1 minggu pasca erupsi menyebabkan Merapi tidak recomended untuk didaki. Tapi kami tetap memutuskan untuk mendaki dengan memperhatikan pesan dari ranger gunung agar senantiasa mengawaasi asap kawah yang sewaktu waktu terlihat membumbung ke langit.

Kami menerabas dingin dan sepi nya jalur pendakian hingga mendekati puncak di pagi harinya, medan terberat kami adalah jalur berpasir menuju kawah Merapi yang benar-benar menguras tenaga yang memang sudah minim, maju selangkah-mundur 2 langkah pada medan medan yang curam dengan ancaman batu-batu an yang mungkin jatuh terkena angin dari atas, kami hanya mampu merangkak perlahan dan memilih pijakan yang kuat sampai akhirnya berhasil sampai di puncak dan mengamati kawah vulkanik gunung Merapi. Beruntung kawah sedang tenang dan tidak mengeluarkan asap. Setelah melakukan dokumentasi akhirnya kami memutuskan untuk turun dengan kondisi siang hari yang terik dan logistik yang hampir habis. Alhamdulillah perjalanan turun cukup lancar, tetapi kembali kami kehabisan kendaraan umum karena kami tiba di bawah sudah sore hari. kami memutuskan untuk bertanya-tanya dengan warga desa, alhamdulillah mereka bersedia mengantarkan menuju terminal dengan membayar seadanya, akhirnya tiba kami di terminal boyolali kembali dan masing-masing dari kami berpisah menuju tujuan masing-masing.

Gunung Ciremai 3078 mdpl

Sore 7 September 2013 bertolak seorang diri dari Jakarta menuju Kota Cirebon, 5 jam perjalanan dan supir bus dengan semena-mena menurun kan saya di Fly over sekitar 40 menit jauhnya dari terminal kota Cirebon. Kala itu sekitar pukul 9 malam, dijalan besar dan sepi beruntung bertemu abang-abang yang mau menunjukkan arah dan angkot yang bisa mengantarkan sampai terminal. Setibanya diterminal saya langsung mencari pos Polisi untuk menunggu kawan dari Mapala Unswagati yang akan menjemput. Kawan tiba dan akhirnya bermalam disana dimana paginya bersiap untuk summit Ciremai.

  Saya memilih Jalur Linggar Jati via Kuningan yang dikenal sebagai salah satu jalur terekstrim dari pegunungan di pulau Jawa, beserta seorang rekan anggota Mapala dan seorang rekan suku dayak Kalimantan. Dalam perjalanan melalui medan yang berat dan minim sumber air kami memutuskan mendirikan tenda jelang malam. Esok pagi salah seorang rekan mendadak sakit dan meminta untuk tidak meneruskan perjalanan dan menanti sambil beristirahat di tenda. Bersama seorang rekan yang tersisa saya melanjutkan penjelajahan hutan gunung Ciremai hingga menuju puncak yang diatasnya terbentang Kaldera gunung Ciremai. 

  Setelah pengamatan sana-sini kami memutuskan untuk turun, dalam perjalanan turun kawan meminta agar saya bergerak lebih dulu, ditengah perjalananan kami terpisah jauh kala itu diluar prediksi awan langit menghitam dan turun hujan deras, tanpa membawa jas hujan hanya berbekal sebotol air mineral dan trekking poll tanpa makanan hanya beberapa permen yang terselip dikantong. Karena seluruh makanan dan perlengkapan dipegang oleh rekan dibelakang. Hujan deras membuat jalur pendakian seperti sungai dan sulit dilalui membuat saya mencari jalur lain yang lebih mungkin dilewati. Jalur yang akhirnya membuat saya tersasar hingga ke tengah hutan yang lebat, dalam kondisi basah kuyup dan mulai menjelang sore, saya mulai panik dengan keadaan dan memilih berdiam disalah satu pohon besar sambil berfikir kemungkinan terburuk saya akan berakhir di hutan ini. Tetapi Tuhan sepertinya masih sayang, tiba-tiba langit sebagian menjadi terang dan saya menemukan seberkas cahaya jauh disudut hutan, dengan susah payah dan medan yang sangat licin dan terjal yang membuat terpeleset berkali-kali dan menggulundung sampai tubuh sudah penuh lumpur akhirnya saya tiba pada sumber cahaya, Alhamdulillah ternyata itu merupakan jalur yang benar dengan sisa tenaga yang ada saya terus menyusuri jalur tersebut sampai sayup-sayup terdengar suara orang, yah tempat dimana kami mendirikan tenda.

Jelang malam ternyata kawan tidak juga turun hingga pagi menjelang, mendapat kabar dari beberapa pendaki yang juga memilih melewati jalur ini bahwa rekan kami mengalami cidera dan nyaris hipotermia, beruntung dalam perjalanya ia ditampung oleh pendaki lain di atas. Akhirnya kawan memutuskan untuk menjemput ke atas dan alhamdulillah ditemukan. Kami nyaris di SAR tetapi kami masih memiliki keyakinan untuk bisa turun sendiri dengan selamat sampai masuk pemukiman penduduk. Dan syukur akhirnya kami mampu dan selamat.

Pegunungan Dataran Tinggi Dieng

Akhir desember 2013 saya merencanakan  triple summit gunun Sumbing-Sindhoro-Prau dan Jelajah pelosok dataran tinggi Dieng selama 1 minggu. Seperti biasa, berangkat seorang diri dari terminal lebak bulus menuju Wonosobo Jawa Tengah kurang lebih 12 jam perjalanan, kemudian menanjak menuju dataran tinggi dieng dengan angkutan mini bus hingga menuju desa di sekitar dieng dimana 2 rekan saya penduduk asli sana yang akan mengiringi rencana triple summit saya. Gunung Sumbing dan Prau lancar dilewati, namun tidak dengan gunung Sindhoro karena kala itu cuaca sangat ekstrim sehingga  pendakian Sindhoro terpaksa dibatalkan. Destinasi kemudian saya putar untuk mejalajah pelosok dataran tinggi dieng bersama seorang rekan penduduk asli setempat melewati jalur jalur yang tidak bisa dibilang mudah.

Dalam penjelajahan kami menuju telaga Sedringo, telaga yang jarang dijamah, kami sempat tersasar karena kala itu hujan dan kabut sangat tebal. Beruntung kami tersasar dan menemukan suatu wilayah desa yang hilang beberapa puluh tahun lalu oleh bencana gas beracun yang keluar dari dari tanah dan memusnahkan satu desa tersebut, kemudian bencana retakan gunung yang terlempar oleh aktivitas magma bumi yang memusnahkan satu desa yaitu desa yang ada di wilayah Pekasiran. Selain itu kami juga menemukan makam-makam tanpa nama dengan tinggi kerangka mencapai 3 meter, makam-makam yang belum sempat dikaji dan diteliti. Kembali karena diburu waktu akhirnya saya menyudahi jelajah Dataran tinggi, dan berencana akan kembali lagi dilain waktu.

Saya menutup dengan Notes dari Soe Hok Gie

"Bahwa hidup adalah soal keberanian menghadapi yang tanda tanya
tanpa kita tahu, tanpa kita bisa menawar
terima dan hadapi saja"

_So, keep hopes live_



Kali ini tentang "Hati"

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian, dan tidak pula pada rupa-rupa kalian, akan tetapi dia melihat kepada hati-hati kalian.”_(HR. Muslim)

Sebagaimana Allah melihat hamba-hamba ciptaan-nya dari hati mereka, sungguh luar biasa manusia yang bisa memandang dengan hati-nya, pandangan yang tidak akan menyakiti orang yang memandang-nya.

Mata dan pendengaran manusia adalah perpanjangan dari mata hati, yang akan membantu melihat seberapa mulia hati seorang manusia, apa yang dilakukan oleh tangan dan kaki nya, apa yang terucap dari lisan-nya, apa yang ada dalam pikiran-nya menjadi cermin baik atau buruk nya hati seseorang, cermin yang memantulkan kebaikan atau keburukan yang bisa dilihat oleh orang lain_(Al-Gazhaly)

Mari membersihkan hati di bulan suci semoga bisa berbekas sampai mati
Menjaga hati, memuliakan diri, tidak memantulkan kecuali yang baik

Semangat berpuasa, semangat menjaga hati 
S

Siapa bilang kesedihan itu perih?
Kesedihan terkadang indah
Dia mengajarkan arti ketabahan
Siapa bilang kesedihan itu sakit?
Kesedihan terkadang menjadi teman
yang menempa hati menjadi lebih kuat
 Sisi Lain Kesedihan

Siapa bilang kesedihan itu kejam?
Kesedihan terkadang baik
Dia menunjukkan arti nilai kehidupan
Siapa bilang kesedihan itu selalu berujung penderitaan?
Terkadang itulah awal dari kehidupan yang lebih baik lagi

Tidak selamanya kesedihan itu “membunuh” kita
Kita takkan mengenal arti bahagiatanpa pernah merasakan kesedihan
Dan malah kesedihan itu mengajarkan kita
Untuk lebih menghargai hidup
Dan makin mendekatkan kita pada Sang Pencipta…

dari catatan kecil seorang teman.... Irmayani Fransiska :)